keesaan yahweh di kejadian

   


Tulisan ini membahas tentang keesaan Yahweh  dalam kitab Kejadian, secara khusus dari 

bagian-bagian kitab Kejadian yang dianggap sebagai karya dari sumber Yahwist. Mengapa 

mengadakan kajian dari bagian-bagian Alkitab yang berasal dari sumber Yahwist karena 

sumber ini dianggap sebagai sumber yang tertua dalam Alkitab. Pokok tentang keesaan 

Yahweh diangkat, karena dalam kitab Kejadian, ada bagian-bagian tertentu seperti 

mengindikasikan bahwa  Yahweh itu tidak esa adanya tetapi bersifat jamak. Karena itu penulis 

melakukan penelitian berkaitan dengan pokok ini dengan melakuan kerja hermeneutik, secara 

khusus menggunakan pendekatan historis kritis. Melalui penelitian literatur terhadap teks-teks 

yang berkaitan dengan pokok pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan 

sumber Yahwist, TUHAN Allah (Yahweh Elohim) yang disembah oleh umat Israel dalam 

Perjanjian Lama, esa adanya. Yahweh yang esa itu seringkali didampingi oleh malaikat-

malaikat-Nya. Dengan demikian, TUHAN Allah yang sama dan yang disembah oleh orang 

Kristen masa kini adalah Allah yang esa. 

 


Monoteisme Yahweh ( TUHAN) dalam kitab Perjanjian Lama sangatlah ditekankan 

dan merupakan credo yang sangat penting dari umat Perjanjian Lama bahwa TUHAN Allah 

yang disembah adalah Allah yang esa, sebagaimana yang  terdapat dalam kitab Ulangan pasal 

6 :4-5: “Dengarlah hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah 

TUHAN, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap 

kekuatanmu”. 

 Pengakuan akan ke-esaan TUHAN ini juga dikenal dengan sebutan “Syema” yang 

artinya adalah : Dengarlah. Syema itupun disebut sebagai dogma fundamental dari Perjanjian 

Lama dan disebut oleh Tuhan Yesus sebagai yang paling penting dari semua hukum (Mark. 

12:29-30).1 Ketika orang seorang ahli Taurat bertanya kepada Yesus tentang hukum mana 

yang paling utama maka jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah hai orang 

Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu 

dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap 

kekuatanmu” ( Mark 12: 29-30). 

Jadi, Tuhan Yesus-pun mengajarkan bahwa TUHAN itu  esa. Karena itu,  pengakuan  

mengenai keesaan TUHAN ini adalah juga pengakuan gereja sepanjang masa bahwa sebagai 

persekutuan orang-orang yang mengaku percaya kepada Yesus Kristus, menyembah TUHAN 

Allah yang esa. TUHAN Allah yang esa itulah yang menjadi sumber  pemberitaan gereja dan 

bukan dirinya sendiri.2 

 Namun, dalam keyakinan kepada TUHAN yang  esa itu, kadangkala mengalami 

“gangguan”, karena ketika membaca bagian-bagian Alkitab, khususnya  dalam kitab Kejadian, 

memberi kesan seakan-akan TUHAN yang disembah  bukanlah TUHAN yang esa tetapi 

bersifat jamak karena pengunaan kata „Kita” yang dikenakan kepada TUHAN oleh para 

penulis Akitab, antara lain yakni sumber Y (Yahwist), sebagai salah satu sumber terbentuknya 

kitab Taurat. 

 Karena itu penting sekali untuk membahas pokok ini demi mendapatkan pemahaman 

yang benar mengenai keesaan TUHAN, sebagai pokok iman yang sangat hakiki dalam 

kehidupan orang Kristen dalam mengimplementasikan imannya di tengah-tengah konteks 

majemuk masa kini. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode 

hermeneutik dengan pendekatan historis kritis. 

 

 

                                                             

Mengenal Kitab Kejadian  

Kitab Kejadian adalah salah satu kitab dalam  Pentateukh (Taurat) yang secara 

tradisional diyakini sebagai hasil karya dari Musa, dan kitab Kejadian adalah kitab yang 

menjadi dasar dari seluruh Alkitab (Genesis is the foundational book of the Bible ).3 Karena itu 

menurut Karen Amstrong, kitab Kejadian telah menjadi salah satu buku sakral yang telah 

memungkinkan jutaan pria dan wanita memahami bahwa kehidupan manusia memiliki 

dimensi kekal (Genesis has been one of the sacred books that have enabled millions of men 

and women to know at some profound lewel that human life has an eternal dimension).4 

Dalam bahasa Ibrani Kitab Kejadian disebut “beresyit” ( ִׁ שֵר ְּב’ת ) pada mulanya, yaitu 

kata pembuka dari kitab tersebut. Menurut Lasor, nama ini sesuai, karena kitab Kejadian 

menceritakan awal segala sesuatu yang berhubungan dengan iman umat Allah dalam Alkitab.5 

Dalam Vulgata (Alkitab berbahasa Latin), digunakan judul Genesis, dengan mengikuti 

terjemahan Septuaginta (LXX) pada abad ke 3 sebelum Masehi.6 

Dalam bahasa Inggris, Genesis diterjemahkan dengan kata “ Origin” yang berarti asal 

mula, juga didasarkan pada kitab Kejadian pasal 1:1, In the begining, pada mulanya.7 Sejalan 

dengan itu, Mc Arthur mengatakan : 

The English Title, Genesis, come from the Greek translation(Septuagint,LXX), meaning 

“origins”; whereas the Hebrew title is derived from the Bible’s  very first word, 

                                                             


Kitab Kejadian terdiri atas dua bagian besar, yaitu: Bagian pertama yang terdiri dari 

pasal 1-11 yang berbicara tentang “sejarah purbakala” (Urgeschichte), yaitu sejarah yang 

terjadi sebelum pemanggilan Abram; dan bagian kedua terdiri dari pasal 12-50 yang berbicara 

tentang sejarah nenek moyang Israel.9 Menurut Walter Bruggemann, kitab Kejadian terbagi 

dua bagian yang bersifat panggilan. Pasal 1-11. (God calls the world into being to be his 

faithful world) Allah memanggil dunia untuk menjadi dunia yang setia. Pasal 12-50 (God calls  

a special people to be faithfully his peole) Allah memanggil orang-orang istimewa untuk 

menjadi umat-Nya yang setia.10 Sedangkan menurut Claus Westermannn, kitab Kejadian 

dibagi dalam dua bagian yaitu pasal 1-11 disebut sebagai Sejarah utama/pertama (Primal 

History) dan pasal 12-50 disebut sebagai sejarah bapa-bapa leluhur (Patriarchal History).11 

Kitab Kejadian sering disebut sebagai bagian dari Kitab Taurat Musa atau Taurat 

Musa, dengan menganggap bahwa Musa-lah yang menjadi penulis kitab ini, sebab sudah sejak 

lama orang beranggapan bahwa kitab Taurat adalah hasil karya atau buah pena dari Musa. Ini 

nyata bahwa tradisi Ibrani, Samaria dan Kristen menganggap bahwa Musa sebagai penulis 

Pentataeukh (Taurat) kecuali kisah kematiannya sendiri dalam Ulangan 34.12 Dengan 

demikian pandangan tentang Musa sebagai penulis kitab Pentateukh sudah mengakar begitu 

kuat dalam alam pemikiran Yahudi, Ibrani, Samaria juga dalam Kekristenan, karena 

didasarkan pada beberapa ayat Alkitab, misalnya: Ulangan 31:9: “ Setelah hukum Taurat itu 

dituliskan Musa, maka diberikannyalah kepada imam-imam bani Lewi, yang mengangkut 

tabut Perjanjian TUHAN, dan kepada segala tua-tua Israel”. Demikian pula dalam Injil 

Markus pasal 12 ayat 19: “ Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang yang 

mempunyai saudara laki-laki mati dengan  meninggalkan seorang istri,…” 

Pandangan bahwa Musa adalah satu-satunya sebagai penulis kitab Pentateukh lama-

kelamaan mulai diragukan, sebab dengan diadakannya berbagai studi kritis terhadap 

Pentateukh maka didapatkan adanya indikasi yang secara implisit menjelaskan bahwa Musa 

bukanlah penulisnya. Contoh ialah cerita tentang kematiannya sendiri sampai pada 

penguburannya ( Ulangan 34:1-12). Oleh karena itu disimpulkan  bahwa  ada orang yang 

menuliskannya. 

 

 

                                                             

 

Para ahli berpendapat bahwa sebenarnya Pentateukh disusun atau ditulis berdasarkan 

tradisi-tradisi yang telah ada lebih dahulu berupa tradisi-tradisi lisan (oral tradition). Sebagai 

contoh ialah adanya ungkapan-ungkapan seperti” “sampai hari ini” (Kejadian 32:32); Ulangan 

34:10, “tidak ada nabi seperti Musa” (Ulangan 34:10) dan juga ungkapan tentang raja 

(Kejadian 36:31) walaupun kenyataannya belum ada raja yang muncul di zaman Musa.14 

Karena itu telah menjadi pendapat umum bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan sejak 

abad 19 ternyata kitab Kejadian secara khusus, diredaksikan dari tiga sumber yang berbeda, 

yaitu Sumber Y (Yahwist), E (Elohist) dan P (Priest). Ronald Handel mengatakan bahwa ada 

tiga sumber utama dari Kitab Kejadian. The three major sources-known as the Yahwist (J), 

The Elohist (E), and the Priestly source-were carefully combined by one or more editors and 

later supplemented by some additional material.15 Dari ketiga sumber ini, sumber Y (Yahwist) 

diangap sebagai sumber tertua dan menjadi dasar dari seluruh Pentateukh16, teristimewa kitab 

Kejadian.  

Sumber Yahwist diperkirakan berasal dari Israel Selatan (Yehuda) pada tahun 1000-

922 SM, Sumber E (Elohist), berasal dari Israel Utara, sekitar tahun 850 SM, Sumber P 

berasal dari zaman pembuangan Israel Selatan (Yehuda) di Babilonia pada tahun 587-555 

SM.17 Atas dasar inilah maka tulisan ini dibatasi pada pembahasan bagian-bagian Kitab 

Kejadian yang berasal dari sumber Yahwist, karena sumber ini dianggap sebagai sumber yang 

tertua dimana dari segi ragam sastra dan gayanya menunjukkan bahwa komposisinya adalah 

pada masa pemerintahan raja Daud.18 

Menurut Jean-Louis Ska, kitab Kejadian adalah suatu kumpulan dari cerita-cerita yang 

populer19, dan ditinjau dari segi isinya, kitab Kejadian memang terbagi dalam dua bagian besar 

yang dapat dipisahkan secara jelas yaitu: Pasal 1-11, berisi tentang sejarah zaman permulaan 

(primeval history ), mulai dari kisah penciptaan sampai pada kisah tentang menara Babel, yang 

kemudian diakhiri dengan daftar keturunan Sem dan keturunan Terah. Selanjutnya, pasal 12-

                                                             

50, adalah sejarah  para bapak lelehur umat Israel, yaitu Abraham, Ishak dan Yakub yang 

dapat dirinci sebagai berikut: Rangkaian cerita tentang Abraham (Pasal 12-26), rangkaian 

cerita tentang Esau dan Yakub (Kej 27-36) dan rangkaian cerita tentang Yusuf dan saudara-

saudaranya (Kej 37-50). 

 

Karakteristik Sumber Yahwist 

 Menurut  Andrew E.Hill, ada beberapa karakteristik dari sumber Yahwist, yaitu: 

Pertama: Allah adalah Yahweh yang berjalan dan bercakap-cakap dengan kita. Kedua: Sumber 

ini menekankan pada berkat. Ketiga, penekanan terhadap pemimpin-pemimpin. Keempat: 

Bersifat narasi dan kisah-kisah. Kelima: Menekankan Yehuda. Keenam: Memakai istilah 

“Sinai”. Ketujuh: Sumber ini menyebut penduduk asli sebagai orang Kanaan.20 Secara lebih 

spesifik lagi, Blommendal mendaftarkan beberapa ciri khas dari sumber Yahwist:  

Pertama, Allah disebut dengan Yahweh, juga nenek moyang Israel telah mengenal 

nama itu. Kedua, Allah digambarkan dekat dengan orang-otang pilihan-Nya sehingga 

Allah digambarkan dan dilukiskan sebagai seorang manusia. Ketiga, Sumber Y 

menggambarkan bahwa Allah adalah bersifat universal, khalik langit dan bumi dan 

Allah seluruh dunia dan semua manusia.21 

 

Selain dipanggil untuk menjadi umat Allah, maka sumber Yahwist juga mengingatkan 

kembali tugas dari bangsa pilihan tersebut di tengah-tengah keterlibatannya dalam kancah 

international, yaitu untuk menjadi berkat bagi bangsa- bangsa yang ada disekitarnya dan bukan 

mendatangkan penderitaan atau penindasan.22 

 

Situasi Sosial, Politik,Ekonomi, Kebudayaan  Saat Naskah Dituliskan. 

 Karena sumber Yahwist berasal dari zaman raja Daud dan Salomo yang diperkirakan 

sekitar tahun 1000-920 SM, yakni di masa-masa jayanya kerajaan Israel raya yang dapat 

disebut juga sebagai “masa keemasan”, maka ada baiknya untuk menelusuri situasi sosial, 

politik ekonomi, kebudayan yang berlangsung pasa saat itu  dan melatarbelakangi munculnya 

karya sastra sumber Yahwist. 

 

Situasi di zaman pemerintahan raja  Daud ( Tahun 1000-960 SM) 

Daud adalah raja yang menggantikan raja Saul setelah Saul mengalami kekalahan di 

medan pertempuran melawan orang Filistin. Sebelum Saul meninggal, Daud memamang telah 

diurapi terlebih dahulu oleh Samuel untuk menggantikan kedudukan Saul ( I sam 16:1-3). 

                                                             

Reputasi dari Daud memang sangat baik, sehingga ia cukup terkenal di antara suku-suku 

Israel.23  

Eksistensi Daud sebagai seorang raja menjadi jelas ketika sukunya sendiri Yehuda 

mengangkat dia sebagai raja mereka yang baru ( 2 Samuel 2:1-4). Daud kemudian mendapat 

tawaran dari para tua-tua Israel setempat untuk menjadi raja atas Israel bagian utara dan 

bagian Timur. Kesediaan dari para tua-tua untuk menerima Daud sebagai raja 

mengindikasikan adanya kemauan kesatuan diantara mereka. Keberhasilan Daud menjadi raja 

di Israel Raya mengagetkan bangsa Filistin, oleh  karena itu penguasa Filistin menyusun 

strategi untuk memerangi Daud tetapi mereka sudah terlambat, sehingga orang Filistin sendiri 

dikalahkan oleh Daud (2 Samuel 5:17-25) karena Daud sudah memiliki kemampuan 

intelektual yang tinggi serta kecakapan militer yang terlatih lama.24 Daud merebut Yerusalem 

dan menempatkan Tabut Perjanjian di situ (2 samuel 6:12-15) sebagai simbol persekutuan 

suku-suku Israel dan lambang kehadiran Allah. Daud kemudian menaklukkan raja-raja di 

Kanaan, sehingga kerajaan Moab, Edom, Amon, Zoba dan Damaskus takluk di bawah 

kekuasaannya (2 Samuel  8:10, 15-19; 12: 26-31), bahkan Daud menjadi raja atas Amon, maka 

Daud mengambil Batsyeba, istri Uria, orang Het itu.25 

Kekuasaan Daud meliputi daerah yang luas di asia Barat Daya  dan di masa 

pemerintahannya orang Israel menjadi sangat kuat sehingga ia mampu memerintah suku-suku 

bangsa tetangganya. Israel menjadi kerajaan kesatuan yang membentang dari perbatasan Mesir 

sampai ke sungai Efrat. Ernst Ehrlich mengatakan: 

Thus David kingdom stretched from the Gulf of Aqaba in the south to the territory of 

Homs in the north, and from  the river (Euphrates) to the land of Philistines and the 

frontier of Egypt ( I Kings IV.21).26 

Dengan kemenangan-kemenangan yang dialami Daud maka hal itu mendatangkan 

”kesejahteraan” dalam lingkungan kerajaan yang dipimpinya. Ditinjau dari segi ekonomi 

kerajan Israel di bawah kepemimpinan Daud mengalami kemakmuran, karena banyaknya 

upeti yang harus dibayar kepada Daud dari kerajaan-kerajaan di bawah kekuasaannya (2 Sam 

8: 1-12), apalagi ketika raja Hiram dari Tirus mengirim berbagai perlengkapan dan juga para 

tukang untuk membangun istana raja. Demi menata kerajaannya yang baru dan yang sangat 

luas itu maka Daud melakukan berbagai kebijakan, sebab dalam kerajaan Israel selain suku-

suku Israel yang mendiamnya, ternyata juga ada orang–orang Kanaan. Daud tidak 

menghilangkan kebiasaan-kebiasaan lama dari umat Israel, tetapi harus melanjutkan kebiasaan 

                                                             

umat untuk beribadah kepada TUHAN Allah. Di lain pihak juga, Daud tetap memberikan 

keluasan kota-kota Kanaan  untuk terus melakukan ibadah kepada dewa-dewa mereka. 

Dengan adanya situasi seperti ini tidaklah tertutup kemungkinan untuk terciptanya suatu 

perjumpaan antara agama Kanaan dan agama Israel. Keterbukaan Daud terhadap agama-

agama asli Kanaan mungkin juga disebabkan karena Daud memperistri Ahinoam, Yizreel, 

yang mungkin berasal dari daerah orang Keni, demikian juga Nabal dari Maon yang mungkin 

juga berasal dari suku Keni.27 

 

Situasi di  zaman pemerintahan raja  Salomo ( 961-922) 

Salomo menjadi raja Israel ketika kerajannnya sangat berkuasa dan musuhnya 

berkurang. Begitu ia memperoleh kekuasaan sebagai raja, ia segera bertindak dengan cepat 

untuk mempertahankan keutuhan wilayahnya dan menyingkirkan lawan-lawannya.28 Adonia 

kakaknya diperintahnya untuk dibunuh, demikian pula Yoab dan imam Abyatar yang telah 

memihak kepada Adonia diperintahkan untuk dibunuh (I Raja-raja 2:13-46). Selanjutnya 

Salomo memperkuat kota-kota perkubuan (I Raj-raja 9:15-19), memperlengkapi angkatan 

perangnya dengan kereta berkuda (I Raja-raja 4:26), dan mengadakan hubungan dengan 

kerajaan-kerajaan tetanggga, dengan mengawini putri-putri raja tersebut (I Raja-raja 11: 1-

2).29 

Selain berbagai pendapatan tersebut, Salomo juga menerima pajak dari raja-raja Arab 

(I Raja-raja 10:15) bahkan mendapatkan pemasukan lewat perdagangan kuda-kuda dan kereta, 

dimana ia membeli kuda dari Mesir dan kuda dari Kewe (Sisilia) lalu kemudian menjualnya 

kepada kerajaan-kerajaan yang kecil di utara Siria (I Raja-raja 10: 28-29). Ia kemudian tergiur 

dengan berbagai proyek-proyek besar lalu membangun gedung-gedung yang besar, namun 

tenaga kerjanya diambil dari luar karena Israel tidak memiliki tenaga kerja yang terampil.30 

Perlu  diingat karena penyelesaian pekerjaan  pembangunan Bait Allah adalah hasil karya dari 

para pekerja yang berasal dari Funisia, maka ada kemungkinan adanya unsur-unsur agama 

Kanaan yang masuk dalam peribadatan umat Israel. Sebab desain bangunan yang digunakan 

adalah mengikuti tradisi disain bangunan Kanaan-Funisia.31 Dengan melaksanakan proyek-

proyek tersebut maka Salomo menjadi semakin ambisius, sehingga dana yang dikeluarkan 

menjadi sangat banyak. Ia kemudian mengambil jalan keluar dengan menagih pajak yang 

besar dari rakyat untuk mengimbangi biaya-biaya dalam lingkungan kerajaan maupun tenaga 

                                                             

kerja. Salomo bahkanpun terlibat hutang dengan raja Hiram dari Tirus, sehingga 

pembayarannya secara terpaksa harus menyerahkan dua puluh desa di Galiliea untuk melunasi 

hutang (I Raja-raja 9: 10-14). Di akhir pemerintahan Salomo, kerajaan Israel mulai goncang, 

apalagi ketika ia terjerumus pada penyembahan berhala orang Moab, Amon, Edom, Sidon dan 

Het. Di saat itu pula muncul berbagai pergolakan dari bangsa- bangsa di bawah kekuasaan 

Israel, sehingga Israel akhirnya kehilangan kekuasaan atas Damsyik, dan beberapa daerah 

Edom. Demikian pula seorang pegawai Salomo yakni Yerobeam mengadakan pemberontakan, 

tapi akhirnya dia tidak dapat mengalahkan Salomo, sehingga ia melarikan diri ke Mesir.32  Hal 

yang perlu diperhatikan, ketika Salomo jatuh pada penyembahan berhala, hal itu membuka 

peluang bagi sebagian umat untuk mengikuti jejak Salomo, sehingga terjadilah percampuran 

kebudayaan, keagamaan Israel dengan kebudayaan, keagamaan Kanaan. 

 

Kajian Perikop Dalam Kitab Kejadian Yang Berbicara Tentang Keesaan TUHAN. 

Karya-karya Yahwist dalam kitab Kejadian  sangat banyak, karena sumber ini disebut 

sebagai dasar dari kitab Kejadian bahkan keseluruhan Pentateukh. Karena itu bagian-bagian 

yang akan dikaji adalah perikob-perikob atau juga lebih khusus ayat-ayat yang secara 

langsung berkaitan dengan pokok pembahasan, dimana oleh para ahli, khususnya E.A.Speiser, 

menganggap dokumen dari Yahwist, yaitu: Kejadian 2:4b-3:24; 4:17-26; 6:1-8; 9:1-17;12:1-

4a,6-20;13:12b-18; 15:1-2a, 6-12; 16:4-14;18:1-33; 19:1-28;24:1-67;21: 1a,2a,33;32:4-33; 

43:1-34.33 Secara keseluruhan perikob-perikob tersebut di atas jika ditinjau dari jenis sastranya 

(literary genre) adalah bersifat narasi atau cerita (narrative).34 

 

Batas-Batas Perikop 

Karena dalam penelitian ini mengadakan pendekatan secara tematis dan bukan 

perikopis, maka perikop-perikop yang diulas lebih dari satu. Karena itu tidak semua perikop 

yang diangkat dijelaskan batas-batas perikopnya, tetapi  perlu untuk memberikan contoh batas 

perikop. Sebagai contoh adalah naskah  Kejadian 2:4b-3:24. Bagian ini terpisah dari Kejadian 

1:1-2:4a, karena Kejadian 1:1-2:4a dianggap berasal dari sumber P ( Priest).35 Pasal 1:4a 

berbunyi: Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Kalimat ini 

mengindikasikan bahwa proses penciptaan langit dan bumi telah selesai. Sedangkan dalam 

pasal 2:4b, dimulai dengan kalimat: Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit,-. 

Sangat jelas bahwa ini adalah unit yang terpisah, dan sebuah pernyataan untuk memulai suatu 

                                                             

cerita. Dalam bagian ini tidak lagi menggunakan kata menciptakan (created) tetapi 

menjadikan (making). Selanjutnya dalam pasal 4:1. Dimulai dengan kalimat: Kemudian 

manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya,.. (Bahasa Ibrani: ִׁםָדָאָה ְּו (wehaadam, dan 

Adam). Kalimat ini mengindikasikan bahwa pasal 4:-16 adalah kelanjutan cerita dari pasal 

2:4b-3:24, dimana pada bagian akhir dari pasal ini mengisahkan tentang manusia yang diusir 

TUHAN Allah dari taman Eden. 

 

Kajian  Hermeneutik Naskah Alkitab 

Dokumen Yahwist dalam kitab Kejadian bermula dari catatan Taman Eden dalam 

Kejadian 2:4b-3:24 sampai pada penaklukan, dipandang sebagai sumber teks yang tertua.36 

Dalam Kejadian 2:4b-3:24, Yahwist memaparkan bahwa TUHAN Allah (Yahweh37 Elohim) 

adalah pencipta langit dan bumi berserta segala isinya, termasuk manusia. Proses penciptaan 

langit dan bumi menurut Yahwist lebih pendek dan sederhana daripada cerita penciptaan 

menurut sumber Priest (P) yang terdapat dalam Kejadian pasal 1:1-2:4a. Namun secara jelas 

Yahwist menggambarkan bahwa satu-satunya pencipta alam semesta ini adalah TUHAN Allah 

dimana tidak ada kuasa lain atau dewa-dewa lain yang turut campur tangan. Di sisi lain 

Yahwist  mau mengatakan bahwa  hanya ada satu pencipta.  Ia adalah kekuatan tertinggi  yang 

tidak memiliki tandingan, yaitu TUHAN Allah. TUHAN Allah itulah yang menjadikan segala 

sesuatu menurut kehendak-Nya sendiri. TUHAN Allah sebagai Sang pencipta diperkenalkan 

dengan nama Yahweh Elohim ( מי  הלְֹּ  אִׁהָוה ְּי ). Nama Yahweh adalah nama diri yang sebenarnya 

terdiri dari 4 huruf konsonan הוהי (YHWH) yang disebut “Tetragrammaton. Nama ini 

dibedakan dari El dengan bentuk variannya.38 Menurut Titaley, Yahweh adalah monoteis 

(tunggal) bukan politeis (jamak).39 Kata Yahweh di sini menunjuk nama pribadi, sedangkan 

kata Elohim, yang seakar dengan Allah menunjukkan nama benda.40 Dengan demikian kata 

Yahweh adalah mengartikan nama pribadi Allah. Nama Yahweh  dapat dikatakan  merupakan 

sebutan yang secara khusus lahir dalam konteks kepercayaan bangsa Israel.41 Penggabungan 

Yahweh Elohim dimaksudkan oleh penulis untuk mengidentikkan Yahweh, TUHAN 

perjanjian sebagai Allah sang pencipta.

 Menurut von Rad, penggabungan kata Yahweh Elohim, adalah hasil kerja dari para  

redaktor di mana mula-mula kata yang digunakan adalah Yahweh. Pengabungan Yahweh 

Elohim adalah dalam rangka untuk lebih meyakinkan identitas dari Yahweh dan Elohim.43 

מי  הלְֹּ  א (Elohim) adalah gelar keilahian Allah yakni Pencipta. Bangsa Israel percaya bahwa ִִׁׁהָוה ְּי  

yang dibaca יָנֹדָא (Adonay) adalah nama TUHAN Allah Israel (Ul. 6:4-5).44 Yahweh Elohim 

adalah Sang pencipta, Ia sendiri yang berinisiatif untuk menciptakan langit dan bumi dan 

segala isinya serta berkuasa atas segala ciptaan-Nya itu. Jadi dapat dipahami bahwa Yahweh 

Elohim menurut pandangan sumber Y adalah Esa (satu) adanya. Keesaan Yahweh lebih nyata 

lagi dalam pasal 6:17, disebutkan: Sebab sesungguhnya Aku akan mendatangkan air bah 

meliputi bumi untuk memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa di kolong langit , KJV: 

And, behold,I even I, do bring a flood of waters upon the  earth, to destroy all flesh, wherein is 

the breath of life, from under heaven. Kata Aku dalam bahasa aslinya disebut ) ִׁי  נֲא = ani, 

sebagai kata ganti orang pertama tunggal), dan juga dalam pasal 7:4 disebutkan: Sebab tujuh 

hari lagi  Aku akan menurunkan hujan ke atas bumi empat puluh hari empat puluh malam 

lamanya, dan  Aku akan menghapuskan dari muka  bumi  segala yang ada, yang Kujadikan 

itu. Dalam ayat ini, kata “Aku” dalam, bahasa aslinya disebut (י  כֹנֲא =anoki, adalah juga kata 

ganti orang pertama tunggal). Pengunaaan kata ganti orang pertama tungal “Aku” mengartikan 

bahwa Yahweh (TUHAN) sebagai Sang pencipta adalah TUHAN yang Esa di mana Ia sendiri 

berinisiatif untuk mencitptakan langit dan bumi beserta segala isinya tanpa ada intervensi dari 

pihak manapun, dan juga berkuasa atas segala ciptaan-Nya itu. 

 Selain menggunakan kata ganti orang pertama tunggal, ternyata juga Yahwist 

menggunakan kata ganti orang ketiga jamak dalam rangka pengungkapan untuk pribadi 

TUHAN. Dalam hal ini sumber Y menggunakan kata “kita”. Misalnya dalam pasal 3:22: “ 

Sesunggunya manusia itu telah menjadi salah satu dari kita , tahu tentang apa yang baik dan 

yang jahat; maka sekarang janganlah sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula 

dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya”. 

Demikian juga dalam pasal 11:7 Baiklah kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa 

mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing”. KJV: Go to, let us go 

down, and there confound their language, that they may not understand one another’s speech. 

 Kalimat telah menjadi salah satu dari kita ִׁ דַחַא ְּכִׁ הָיָה(וּנּמּ  מ)  haya keahad mimmmenu), 

secara khusus kata “kita” dalam ayat ini adalah dalam kata וּנּ  מּ  מ ( kata depan (dari) + akhiran 

kata ganti orang I jamak umum (kita). Sedangkan  kalimat baiklah kita turun (הָדרֵנ , neredah)  

adalah kata kerja qal imperfect orang I jamak umum). Jadi sangat jelas bahwa dari bahasa 

                                                             


aslinya  menggunakan kata ganti  orang pertama jamak dan  menggunakan kata kerja orang 

pertama jamak (menjadi salah satu dari kita, baiklah kita turun) become as one of us , let us go 

down,KJV). 

Penggunaan kata kita dalam ayat-ayat tersebut di atas banyak menimbulkan berbagai 

spekulasi dan pertanyaan bahkan lebih daripada itu telah menimbulkan banyak interpretasi 

untuk mencari tahu apa sebenarnya maksud dari penulis ( Yahwist) mengunakan kata “kita” 

yang mana sekan-akan mengindikasikan bahwa sumber Yahwist menganut paham  politeis. 

Menurut von Rad, Penggunaan kata kita di mulut TUHAN mengandaikan gagasan itu pada 

saat  sebuah panteon, dewan para dewa. (The “we” in God’s mouth presupposes the idea at 

one time of pantheon, a council of gods).45 

Berkaitan dengan persoalan ini maka Victor P.Hamilton mendaftarkan bahwa ada 

enam pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai penggunaan kata “Kita”: 

Pertama, kata “Kita” melalui suatu penafsiran mitologis, dipahami bahwa hal itu 

menunjuk pada adanya dewa-dewi lain. Kedua, kata “Kita” menunjukkan adanya 

rombongan para malaikat, “anak-anak Allah” di mana yang berbicara adalah Allah 

sendiri. Ketiga, Allah berbicara dengan segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya. 

Keempat, penggunaan kata” Kita” dari penulis, mungkin disebabkan dari segi tata 

bahasanya, sebab kata Allah (Elohim) bukan bersifat tunggal, tetapi bersifat jamak 

dengan adanya akhiran “im”, yang menunuk pada akhiran orang ketiga jamak 

maskulin. Kelima, ahli-ahli tata bahasa yang lain menafsirkan bahwa penggunaan kata 

“Kita” menjadi suatu bentuk perundingan yang jamak. Allah sendiri yang berbicara 

pada diri-Nya sendiri. Keenam, kata “kita” sering dikaitkan dengan pengertian dari 

Trinitas tetapi kurang memakai terminology secara langsung. D.J.A. Clines, 

mengatakan bahwa Allah berbicara dengan Roh-Nya.46 

 

Menurut Hamilton, penggunaan kata ganti orang ke tiga jamak “kita” adalah 

menggambarkan adanya ucapan dari Allah dalam suatu sidang ilahi, di mana dalam sidang itu 

terdapat para dewa atau malaikat-malaikat.47 Sedangkan menurut E.A. Speiser, penggunaan 

kata “kita” adalah menunjukan suatu “ rombongan surgawi”, yang mana hal tersebut masih 

tetap mengaburkan (tidak jelas).48 Joy A. Schroeder berkata bahwa penggunaan kata “Mari 

kita”, dengan demikian misteri Trinitas secara terbuka dinyatakan (The mystery of the Trinity 

is openly declared).49 

 Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, sangat jelas bahwa di 

antara para ahli terdapat pandangan yang berbeda mengenai pokok ini. Tetapi pendapat 

Hamilton dan Speiser yang mengatakan bahwa penggunaan kata “kita” menunjukkan adanya 

percakapan antara Yahweh dengan para malaikat, di mana yang berbicara adalah Dia sendiri, 

                                                             

lebih dapat diterima. Sejalan dengan pendapat kedua ahli tersebut, nampaknya Yahwist 

memahami bahwa TUHAN selalu didampingi oleh para malaikat-Nya. Hal itu nampak jelas 

jika kita melihat pada pasal 18:1 dan 2, di situ diceritakan bahwa TUHAN menampakkan diri 

kepada Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre, namun anehnya ketika TUHAN 

menampakkan diri kepada Abraham, yang dilihat Abraham bukan hanya satu orang saja 

melainkan tiga orang ( םי  שָנֲאִׁ השלֹ  ש , selosah anasim) berdiri di depannya. Ketiga orang 

tersebut kemudian disapa oleh Abraham dengan kata “Tuanku” (יָנֹדֲא , adonay ) pada ayat ke 3. 

Tetapi juga dalam ayat 5, Abraham kemudian menyapa tamu-tamunya itu  dengan sebutan 

tuan-tuan ( tuan-tuan telah datang, מ  תרַבֲא , abartem, kata kerja qal perfect  orang ke II 

maskulin tunggal ). Lalu kemudian pada ayat 13, disebutkan: Lalu berfirmanlah TUHAN  

(הָוה ְּיִׁ ר  מֹאיַו , wayyomer Yahweh ). Rupanya penggunaan kata “Tuanku” (adonay) itu 

ditunjukkan untuk Yahweh (TUHAN).50 TUHAN datang menampakkan diri kepada Abraham 

bersama dengan kedua malaikat-Nya. Untuk lebih jelas lagi, dapat dilihat pada Kejadian pasal 

18:22, di mana orang-orang itu (kedua malaikat) berjalan ke Sodom, tetapi Abraham berdiri di 

hadapan TUHAN. Dalam pasal 19:1 kemudian diceritakan bahwa kedua malaikat itu (ִׁ יֵנ ְּש

ִַׁמַּהםי  כָא ְּל , sene hammal’akim) tiba di Sodom.ִׁ Kedua malaikat itu mengaku sebagai utusan 

dari TUHAN.ִׁMereka kemudian disapa oleh Lot dengan sebutan Tuan-tuan (יַנֹדֲא  ). Berbeda 

dengan penyapaan Abraham, Abraham menyapa dengan kata “Tuanku” , sedangkan Lot 

menyapa dengan memakai kata “Tuan-tuan”. Hal ini makin memperjelas bahwa TUHAN itu 

esa adanya menurut pandangan Yahwist, tetapi juga Ia mempunyai para malaikat yang selalu 

mengiringi-Nya. 

Menurut Yahwist, Yahweh (TUHAN) yang esa itu, sebenarnya telah lama dikenal 

orang, sebab dalam pasal 4:26, di situ disebutkan bahwa ketika Set anak Adam 

memperanakkan Enos, maka pada saat itulah orang mulai memanggil nama TUHAN 

(Yahweh). Hal ini menunjukkan bahwa Yahweh yang esa itu, yang disembah oleh orang Israel 

adalah Yahweh yang universal, yang nama-Nya sudah lama diketahui orang. 

Selanjutnya, Yahwist menggambarkan bahwa Yahweh memiliki anak (Kej 6:2). 

Menurt W.Lemp, memiliki anak dalam pengertian di sini bukanlah keturunan Allah dalam arti 

alamiah, melainkan anggota-anggota alam sorgawi, rombongan Allah.51 Jadi, anak-anak Allah 

yang dimaksudkan di sini sebenarnya hanyalah kata kiasan. Anak-anak Allah dapat juga 

diterjemahkan dengan anak-anak ilahi.52 

Berkaitan dengan adanya pengungkapan anak-anak Allah maka von Rad mengatakan:  

namely, the sons of God are to be understood as angelic beings or as men, The  

                                                             

  

Yahwist kemudian berpandangan bahwa Yahweh itu memiliki Roh (Kej 6:3). Menurut 

pendapat Lemp, “rohku” di sini bukanlah karunia roh (kudus) yang memanggil dan 

menghinggapi para hakim dan nabi, melainkan adalah tanaga dan kodrat kehidupan jasmani 

seperti dalam Mzm 104. Tanpa roh Allah, manusia adalah debu.54 

Yahweh (TUHAN) yang esa dan juga yang memiliki Roh itu adalah Yahweh yang 

berkuasa atas segala ciptaan, hanya dengan kehendak-Nya senndiri sehingga didatangkan-Nya 

air bah ke atas bumi. Ia pula yang berfirman kepada Nuh untuk beranak cucu dan memenuhi 

bumi (Kej 9:1) dan juga yang mengikat perjanjian dengan Nuh (9: 11-13). Yahweh itu pula 

kemudian disapa oleh Nuh sebagai Allah Sem (9:26). 

Walter Lempp mengatakan: 

Nama Sem telah diterangkan penafsir sebagai “ orang kenamaan (Bahasa Ibrani 

“syem” berarti nama), bangsawan yang bertentangan dengan hamba Kanaan. Tetapi 

gelar syem terutama menunjukkan bahwa bangsa itu hanya mengenal dan memanggil 

“nama” TUHAN, “nama Yahweh. Kepada Sem (Israel) sajalah Allah membuka dan 

menyatakan nama-Nya:  “Aku  ada yang Aku ada” atau “Aku adalah Aku” (Kel 3:14, 

6:2-3). Allah telah memperkenalkan nama-Nya, yaitu tabiat dan watakNya, 

kemuliaanNya dan kemauanNya kepada Israel saja.55 

  

Yahweh yang dikenal oleh Nuh, itulah juga Yahweh yang kemudian dikenal oleh 

Abraham. Yahweh memanggil Abraham untuk pergi dari negerinya dan dari sanak saudaranya 

dan dari rumah bapanya ke negeri yang ditunjukkan Yahweh kepadanya. Yahweh kemudian 

mengikat perjanjian dengan Abraham bahwa Ia akan membuat Abraham menjadi bangsa  yang 

besar, serta memberkatinya ( Kej 12:1-3). Melalui penampakan Yahweh kepada  Abraham 

yang disertai dengan janji-Nya maka Abrahampun mendirikan mezbah bagi Yahweh 

(TUHAN), Kej ( 12:7-8). 

Yahweh yang menampakkan diri kepada Abraham adalah Yahweh yang senantiasa 

menyertainya dan juga berfirman kepada Abraham bahwa Ia akan memberikan tanah Kanaan 

kepada Abraham serta keturunannya dan akan menjadikan keturunan Abraham seperi debu 

tanah (Kej 13 :14-16). Tentunya Abraham memahami bahwa Yahweh itu adalah esa adanya. 

Oleh karena itu Abraham kemudian menyapa Yahweh dengan sebutan “Adonay Yahweh” 

(Kej 15: 2,8). Dengan menggunakan kata “Adonay Yahweh”, tentunya juga Yahwist 

memberikan penjelasan bahwa Yahweh-lah Tuhan/tuan dari Abraham, dan tidak ada siapa-

siapa selain Dia. 

Adonay Yahweh yang telah menampakkan diri kepada Abraham, Ialah juga yang telah 

menyatakan diri kepada Hagar, hamba Abraham melalui malaikat-Nya, sehingga Hagar 

menyapa Yahweh sebagai El-Roi (Kej 16:13: Kemudian Hagar menamakan TUHAN yang 

telah berfirman kepadanya itu dengan sebutan: “Engkaulah El-Roi.” Sebab katanya: 

Bukankah di sini ku lihat Dia yang telah melihat aku?” ). Nampaknya juga Yahwist mau 

mengatakan bahwa Yahweh itu dapat juga disapa sebagai El. Hal tersebut Nampak juga lebih 

jelas di mana dalam pasal 21:33, disebutkan bahwa Abraham menanam pohon tamariska di 

Bersyeba dan memangil di sana nama TUHAN, Allah yang kekal. (Jadi, Yahweh (TUHAN) 

dapat juga disapa sebagai Allah yang kekal) . Hal ini menunjuk pada suatu pengakuan bahwa 

Yahweh bersifat kekal dan tidak akan pernah mengalami kebinasan. Rupanya penyebutan 

Yahweh sebagai  Allah yang kekal sudah berkembang sejak periode pra-Israel. Dalam hal ini 

Allah yang kekal telah menjadi julukan untuk Yahweh. Von Rad mengatakan: 

The notice about the cult of “ the everlasting God” (to “ call on the name of God” 

means to practice the cult) contains a very olt tradition, In the pre Tsralite period an “ 

everlasting god” was worshiped in  Beer-Sheba, Israel’s ancestors the combined their 

“God of fathers” with this cult and thus name” Everlasting God” finally became an 

epithet of Yahweh.56 

 

Selain dijuluki sebagai Allah yang kekal, Yahweh juga mendapat julukan sebagai 

Allah yang empunya langit dan empunya bumi (pasal 24: 3,7); Allah Abraham (pasal 

24:12,27,42,48). Dalam perkembangan selanjutnya, kemudian disapa sebagai Allah Abraham, 

Allah Ishak (Kej 32:9: Kemudian berkatalah Yakub:“Ya Allah nenekku Abraham dan Allah 

ayahku Ishak, ya TUHAN, yang telah berfirman kepadaku: Pulanglah ke negerimu serta 

kepada sanak saudaramu dan  Aku akan berbuat baik kepadamu). Yakub kemudian menyapa 

Allah ayahnya itu dengan sebutan Allah  Yang Mahakuasa. (Pasal 43:14: Allah Yang Maha 

Kuasa kiranya membuat orang itu menaruh belas kasihan kepadamu,..). 

Dengan adanya julukan-julukan bagi Yahweh, maka Yahwist pula mau menjelaskan 

bahwa Yahweh yang disembah oleh umat  Israel, Dialah Allah para leluhur umat Israel, Ialah 

Allah yang kekal, Allah yang Mahakuasa yang melebihi segala allah-allah (dewa-dewa) 

sembahan bahngsa-bangsa lain. Hanya Yahweh yang layak untuk disembah dan dimuliakan 

oleh umat Israel. Ialah juga Yahweh yang disembah oleh Yusuf anak Yakub dan kemudian 

memberkatinya ( Kej 39:1-5). 

 

 

                                                             

Melalui pembahasan di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa Yahweh (TUHAN) 

adalah Allah yang esa. Dialah yang telah menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya, 

termasuk manusia. Penggunaaan kata “kita” oleh sumber Yahwist tidaklah memberi 

pengertian  bahwa Yahweh bersifat jamak, tetapi Dia itu esa adanya. Penggunaan kata “kita” 

dalam naskah sumber Yahwist dalam hubungannya dengan Yahweh, adalah ungkapan, 

percakapan TUHAN dengan para malaikat. Sebagai Allah yang esa, Ia didampingi oleh para 

malaikat-Nya, bukan dalam posisi yang setara dengan-Nya, tetapi sebagai utusan-Nya yang Ia 

ciptakan. Jadi penulis kitab Kejadian, khusunya sumber Yahwist, tidak memiliki paham 

politeis, tetapi paham monoteis dengan menggambarkan tentang kemahakuasaan-Nya yang tak 

terbatas, di mana Ia selalu diikuti oleh malakat-malaikat-Nya. 

Di tengah pengakuan Yahweh sebagai Allah yang esa, ternyata Ia juga disapa dengan 

sebutan-sebutan gelar, antara lain: El- Roi (Allah yang melihat), El-Olam (Allah yang kekal) 

dan El-Shaday (Allah yang Maha Kuasa), bahkan juga disapa sebagai Allah Abraham, Ishak 

dan Yakub. Artinya ialah: Yahweh dapat saja diberikan gelar, berdasarkan pengalaman iman 

umat percaya, tetapi keberadaannya tetaplah esa (satu). Dalam hubungan dengan konteks 

penulisan naskah Yahwist ini, tentu hal ini mengingatkan umat Israel baik di zaman raja Daud 

maupun Salomo agar tidak terjerumus pada penyembahan berhala, sebagaimana terjadi pada 

Salomo, tetapi hanya menyembah kepada  TUHAN Allah yang esa. TUHAN Allah yang esa 

yang diimani oleh umat Israel di masa lalu, secara khusus yang diberitakan oleh Yahwist, 

Dialah juga yang disembah oleh umat Kristiani ( Gereja) disepanjanng masa, yakni TUHAN 

Allah yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus dan yang senantiasa hadir  lewat kuasa Roh 

Kudus.